1 Oktober 2025

Tak Perlu Kaya, Cukup Punya Pilihan

Di layar ponsel, waktu menunjukkan pukul 2:40 dini hari. Masih terlalu dini untuk bangun, tapi aku tak bisa tidur lagi. Nyamuk-nyamuk nakal terus saja menerorku.

Obat nyamuk bakar yang kupasang sebelum tidur tidak banyak menolong. Asapnya memenuhi kamar, namun tetap saja tubuhku jadi sasaran.

Aku cuma bisa menggaruk-garuk lengan sambil menahan jengkel. Seandainya kantongku lebih tebal, tentu aku bisa membeli obat nyamuk elektrik. Atau mungkin pendingin ruangan. Setidaknya aku bisa tidur tanpa gangguan. Lucu juga, ternyata tidur nyenyak pun butuh uang.

Sebenarnya aku tahu, uang bukan hanya menentukan soal nyenyak-tidaknya tidur. Semua hal pada akhirnya berkaitan dengan uang.

Termasuk hobi sekalipun. Aku suka membaca. Dari kecil aku membayangkan punya kamar sendiri dengan rak-rak penuh buku.

Kini aku sudah dewasa, tapi kamar sendiri pun tidak punya, apalagi rak berjejer buku. Yah, sebetulnya tak masalah, toh internet menyediakan bacaan gratis yang bisa kuakses kapan saja.

Gigitan nyamuk juga tidak perlu dibesar-besarkan, paling-paling hanya bikin kesal sebentar. Beberapa menit membaca lewat ponsel, mataku pun kembali terpejam.

Tapi dalam perkara yang lebih besar, ketika pilihan semakin sedikit, rasanya jelas tak sama.

Ada rasa terhina.

Ada kekecewaan.

Bahkan kadang sampai putus harapan.

Aku sudah akrab dengan semua perasaan itu sejak kecil. Dulu, pilihanku tak banyak, sebab orang tuaku tak bisa memberi banyak. Sementara orang tuaku sendiri tak bisa memberi banyak karena mereka pun kekurangan.

Orang sering bilang, uang tidak selalu menjamin kebahagiaan. Benar itu, aku pun setuju. Tapi tetap ada garis pembeda di sana.

Antara (1) tak bahagia tanpa uang dan (2) tak bahagia walau punya uang. Jelas tak sebanding. Tingkat ketidakbahagiaannya terasa begitu jauh.

Dan kalau disuruh memilih, dengan mantap kukatakan aku akan memilih yang kedua: tak bahagia walau punya uang.

Aku paham, pasti banyak yang menentang pendapatku. Ada juga yang menilaiku keliru.

Tetapi bagiku, urusan uang itu hal yang personal. (Setidaknya itulah pelajaran yang kudapat dari buku The Psychology of Money-nya Morgan Housel.) Setiap orang punya cerita dan pemikirannya sendiri tentang uang.

Karena itu, aku memilih tak bahagia walau punya uang, sebab selama ini aku sudah sering merasa tak bahagia dalam kekurangan. Dengan kata lain, ketidakbahagiaan itu sudah terlalu akrab bagiku.

Jadi bukankah masuk akal bila aku ingin mencoba sisi satunya? Uang mungkin tak mampu menyelesaikan berbagai masalah di hidupku, tapi setidaknya uang membuka jalan pada lebih banyak pilihan.

Dan lebih banyak pilihan, pada akhirnya, mampu memberikan solusi yang berbeda untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.

Maka ketika aku berandai-andai, “Ah, coba aku punya banyak duit,” yang kumaksud bukan punya banyak duit sampai-sampai bergelimang harta seperti Syahrini (walau sejujurnya pasti enak juga kalau itu terjadi).

Yang kuinginkan cuma lebih banyak pilihan. Dari sesederhana bisa membeli obat nyamuk elektrik, bukan obat nyamuk bakar yang tak berguna. Hingga sebesar mampu menyajikan makanan sehat di meja tiga kali sehari, tanpa putus, untuk keluargaku.

(Andai pilihan untuk makan sehat itu ada, tak mungkin adikku harus terjangkit tumor dan menjalani operasi dua kali di usia yang begitu muda—sesuatu yang kusesali hingga detik ini.)

Karena itu, hari ini pun kuteguhkan hati untuk bekerja keras lagi. Aku tak berharap muluk-muluk, bahwa segalanya akan berubah dalam semalam. Tapi aku terus berusaha, sedikit demi sedikit.

Dengan begitu, hari ini pilihanku akan lebih banyak daripada pilihanku kemarin. Dan semoga nanti malam tidurku pun akan lebih pulas daripada tidurku malam ini [.]

2 komentar

  1. Dear Ristra Russilahiba,
    Finally I could find you again.
    Sudah berapa lama ya? Terakhir di blog zzamongzzip beberapa tahun yang lalu. Aku selalu manaruh harapan suatu saat kamu akan kembali. Dan kini kamu kembali. You don't know how much happiness i have right now. it's been a long waiting. Thank you for comeback.
    Perjalanan tahun - tahun kebelakang memang tak mudah ya. Rasa kehilangan, rasa bersalah, tidak berdaya, semoga semuanya bisa sirna.
    Aku melihat Ristra saat ini adalah Ristra yang lebih kuat. Ristra yang tak bisa dijatuhkan hanya karena tak punya cukup pilihan.
    I really adore you, girl!

    From Rhye, now become ryu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hey, Ryu! Sulit dijelasin betapa seneng dan terharunya aku baca komentar kamu, tapi lebih dari apa pun, I'm so excited to read your stories and get in touch with you again! 🤗

      Hapus

Silakan tinggalkan jejak berupa tanggapan, pertanyaan, atau sapaan 😊

© m o f u m e m o
Maira Gall