5 Desember 2025

Bacaan Berkesan: Makna Lain “Beriklan”

Setelah merenungkan betapa tidak konsistennya saya selama ini—kebiasaan buruk yang tak henti-hentinya saya coba benahi—saya akhirnya mengambil keputusan baru: Daripada memaksa diri membuat postingan terkait bacaan menarik secara mingguan (yang nyatanya selalu gagal saya penuhi), saya bakal posting secara random sesuai kehendak hati. Dengan begitu, saya tidak perlu lagi dihantui rasa bersalah gara-gara sudah secara sembrono menamainya “Bacaan Mingguan” (padahal postingan terakhirnya sudah lewat lebih dari sebulan 🙄).

Jadi, saya ganti judulnya menjadi “Bacaan Berkesan”. Dan kali ini, saya membawa tulisan yang betul-betul pantas menyandang adjektiva “berkesan” itu, mengingat bacaan ini sudah membuka perspektif baru untuk saya pribadi, dan rasa-rasanya amat sayang kalau saya simpan sendiri.

Tulisan ini membahas “advertising” alias beriklan, namun bukan “advertising” dalam pengertian umum yang selama ini kita tahu.

Tulisan tersebut adalah karya William Crosbie Hunter sebagai bagian dari bukunya Dollars and Sense yang terbit pada 1907. Dollars and Sense berisi kumpulan kuliah yang beliau sampaikan sepanjang hidupnya. Dan dari cara beliau menyampaikan gagasan-gagasannya, di mata saya Hunter memang terkesan seperti sosok yang patut dijadikan guru kehidupan. Hanya saja, sangat disayangkan hampir tak ada informasi tentang Hunter di internet. (Padahal saya berharap bisa mengetahui lebih banyak soal latar belakang beliau... 😥)

Oke, segitu saja pengantarnya. Berikut isi dari tulisan Hunter tentang “advertising” yang—saya yakin—akan membuka perspektif baru untuk Anda juga:

***

Iklan yang baik sama artinya dengan publisitas yang baik. Iklan adalah dorongan yang membuat bisnis Anda berkembang.

Setiap tindakan yang Anda lakukan terkait bisnis Anda, bahkan hal-hal yang Anda kerjakan di luar bisnis itu, semuanya merupakan bentuk iklan.

Reputasi adalah iklan, begitu pula kejujuran, kesantunan, surat-menyurat, metode kerja, katalog, selebaran, dan para sales Anda. Kerapian juga merupakan iklan, sama halnya dengan ketepatan waktu dan ketelitian. Lalu ada pula jenis iklan lain: pernyataan Anda yang dimuat di surat kabar. Inilah iklan dalam bentuk cetak, jenis yang paling lazim. Tak heran ketika seseorang menyebut kata “beriklan”, yang langsung muncul dalam pikiran biasanya adalah “membeli kolom iklan di koran”.

Namun perlu diingat juga, yang dimaksud dengan beriklan adalah segala sesuatu terkait bisnis yang mampu memberi kesan pada masyarakat atau calon pembeli.

Ada sebagian pebisnis kolot yang anti dengan iklan cetak di surat kabar dengan alasan bahwa “mutu adalah iklan terbaik”. Mutu memang bisa menjadi iklan, tetapi efeknya sangat lambat.

Katakanlah ada penemu mesin ketik yang mengerjakan temuannya di sebuah gudang, tanpa pernah menceritakan apa pun kepada siapa pun. Jika ia memilih bungkam total dan hanya mengandalkan mutu mesin ketik itu, maka mesin ketik itu tidak akan pernah diketahui publik. Andaikan ia hanya menunggu mutu bekerja untuk memperkenalkan ciptaannya kepada dunia, dunia mungkin takkan pernah tahu (kecuali kalau suatu hari inspektur kebakaran atau petugas kesehatan tak sengaja menemukannya ketika memeriksa bangunan itu...)

Jika sang penemu itu menunggu mutu produknya untuk “berbicara sendiri”, ia akan mendapati bahwa butuh waktu sangat lama—bulan demi bulan, tahun demi tahun—sebelum usahanya berkembang sampai benar-benar menguntungkan.

Jika Anda punya produk atau layanan yang bagus, Anda harus menceritakannya. Karena bercerita adalah cara menjual, dan menjual adalah inti dari periklanan.

Banyak kalangan profesional yang masih terperanjat ketika dianjurkan untuk beriklan. Orang-orang itu berkata tidak percaya iklan, bahwa iklan itu tidak etis dan tidak bermartabat. Dokter serta pengacara adalah kalangan profesional yang paling keras menolak anjuran ini. Dalam kode etik mereka, salah satu aturan terpenting adalah “Jangan beriklan.” Yang mereka maksud, tentu saja, iklan berbayar di surat kabar. (Bisa jadi orang yang pertama kali mencetuskan larangan ini memang tidak punya cukup uang untuk beriklan, jadi akhirnya ia berkata begitu karena iri semata...)

Mari kita telaah kembali isu etika ini, apakah benar dokter dan pengacara sunguh-sungguh menjalani pendirian mereka itu tentang beriklan.

Jarang sekali ada pengacara yang tidak mau dimintai wawancara oleh wartawan ketika ia sedang menangani perkara penting.

Begitu pula dokter. Ia senang sekali bila diberi kesempatan membacakan tulisan ilmiahnya di hadapan suatu perhimpunan medis, dan ia akan memastikan tulisan itu dipublikasikan dalam jurnal kedokteran setelahnya.

Kalangan profesional aktif di berbagai klub, terlibat dalam kegiatan masyarakat, berbicara di forum terbuka, menjadi anggota komite, dan mengambil peran dalam apa pun yang bisa menempatkan mereka dalam sorotan publik. Semua itu adalah bentuk iklan bagi diri mereka sendiri, meskipun mulut mereka mengatakan bahwa mereka tidak percaya pada iklan.

Di sisi lain, Paman Sam membangun kapal perang, mempersenjatai tentaranya dengan perlengkapan terbaik, dan menjalankan urusan negara dengan kecakapan tinggi—semuanya demi “mempromosikan” Amerika Serikat di antara bangsa-bangsa lain.

Iklan adalah kebutuhan pokok dalam dunia bisnis. Bukan hanya iklan cetak, tetapi segala jenis iklan. Mutu barang, harga, sikap Anda menghadapi pasar—semua itu merupakan iklan, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Karena itu, sudah sewajarnya Anda memastikan bahwa setiap bentuk iklan dari bisnis Anda adalah iklan yang membawa manfaat.

Bila Anda berencana menjalankan bisnis dalam jangka panjang, iklan Anda haruslah baik. Jangan lupa bahwa metode kerja juga termasuk iklan.

Satu tindakan keliru—yang menjadi iklan buruk—akan menuntut banyak tindakan baik demi menebusnya.

Usahakan setiap bagian kecil dari bisnis Anda membawa “iklan baik”, artinya ikut mendorong kemajuan usaha Anda. Jika semua pegawai bekerja dengan arah dan tenaga yang sejalan, bisnis Anda pun akan melaju dengan mantap.

***

Bagaimana? Saya sudah bilang tulisan ini membuka perspektif baru, bukan? 😄

Saya setuju dengan Hunter sepenuhnya bahwa iklan adalah kebutuhan pokok dalam dunia bisnis, dan bahwa iklan yang baik menentukan umur panjang sebuah bisnis.

Tetapi saya rasa prinsip itu tidak berhenti pada urusan bisnis saja. Prinsip itu juga bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai individu, orang menilai kita berdasarkan tindakan kita sehari-hari yang membuat kita terlihat baik atau buruk di mata mereka.

Gaya bicara kita, pilihan pakaian, cara kita memperlakukan keluarga, hewan, orang asing, dan banyak hal lainnya, semuanya ikut membentuk citra diri kita.

Dan memang, seperti kata Hunter, semuanya itu adalah “iklan” kita. Karena itu, jangan kira hanya pebisnis yang bisa membuat iklan. Kita semua juga bisa melakukannya.

Artinya, wajar saja kalau—misalnya—seorang teman menyebut saya tukang ingkar janji karena saya terus-menerus membatalkan rencana hang out yang sebenarnya sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari.

Wajar juga bila—seandainya—seorang asing memberi saya tatapan tajam karena saya membentak adik saya di tempat umum.

Intinya, tidak sepatutnya saya merasa dizalimi apabila reputasi saya anjlok akibat ulah saya sendiri.

Memang kelihatannya hal yang sudah sangat umum, tapi nyatanya tidak semua orang benar-benar tahu.

Tidak semua orang tahu “Hukum Newton 3” yang berlaku ketika kita bermasyarakat itu.

Setiap aksi memunculkan reaksi. Mustahil tidak ada reaksi apa pun setelah kita berbuat sesuatu, apa pun bentuknya, baik atau buruk.

Nah, bagaimana dengan para pejabat tinggi negara yang melakukan hal-hal yang tidak pantas, namun bertingkah seakan mereka adalah korban? (Saya memilih tidak menyebutkan contoh-contohnya, meskipun sebenarnya ada deretan panjang perilaku politisi dan pejabat yang mengganggu pikiran saya. Lebih aman kalau tidak membahasnya terang-terangan sekalipun itu di dunia maya...)

Makanya kita mengenal istilah “pencitraan”, sebab ada orang-orang yang “mengiklankan” diri mereka lewat tampilan luar saja alih-alih lewat tindakan nyata.

Contohnya, membuat unggahan belasungkawa tetapi foto dirinya justru jauh lebih besar daripada foto sang mendiang, atau menempelkan stiker wajah mereka di paket bantuan supaya mudah diingat menjelang pemilu. (Contoh-contoh barusan masih aman-aman saja, kan?)

Karena itu, daripada sibuk melakukan pencitraan, lebih baik kita bekerja sungguh-sungguh untuk membangun citra diri yang positif. Itu satu-satunya cara untuk mendorong kemajuan dalam bisnis perseorangan tak berkesudahan yang kita sebut “kehidupan” [.]

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak berupa tanggapan, pertanyaan, atau sapaan 😊

© m o f u m e m o
Maira Gall